|
Photo Source: Google Images |
Directed by:
Bobby Prabowo
Produced by:
Lola Amaria
Written by:
Charmantha Adjie
Starring:
Ririn Ekawanti, Lola Amaria, Maryam Supraba
Studio: Lola
Amaria Production
Runnng time:
104 minutes
Country:
Indonesia
Language:
Indonesian
Sewaktu mendengar rilis sebuah film berjudul
‘Kisah 3 Titik’ yang mengangkat kehidupan buruh, saya langsung
penasaran. Sebagai orang yang memiliki pengalaman selama kurang lebih 8 tahun menjadi buruh pabrik, tentu saya ingin membandingkan kisah dalam film tersebut dengan
realita yang saya alami. Maka ketika ada tawaran dari seorang
kawan yang mengajak nonton film
‘Kisah 3 Titik’, saya langsung menerima. Meski harus menerjang hujan saya
tak peduli, karena saya tidak ingin menunda-nunda kesempatan itu.
Kisah 3 Titik, tiga titik di sini memiliki dua makna. Selain
sebagai tiga pihak yang terkait dalam masalah perburuhan --pengusaha, pemerintah,
dan buruh itu sendiri, juga sebagai tiga perempuan yang menjadi tokoh dalam
film ini, memiliki nama depan yang sama --Titik.
Tokoh pertama, Titik Sulastri (Ririn Ekawati). Seorang janda
muda yang ditinggal mati oleh suaminya, namun masih harus mengurusi anak perempuannya yang masih kecil, juga
bayi di dalam kandungannya. Ia bekerja di sebuah perusahaan garment
sebagai tukang potong. Karena statusnya sebagai buruh kontrak, maka Ia harus
merahasiakan kehamilannya.
Tokoh kedua, Titik Dewanti Sari (Lola Amaria), adalah wanita kelas
menengah yang baru promosi jabatan sebagai manajer di perusahaan tempat Titik
Sulastri bekerja. Dari rasa empatinya dan dengan tujuan baik --memanusiakan
manusia, Ia coba melawan atasannya untuk membela kaum buruh di perusahaan itu.
Tokoh ketiga, Titik Kartika (Maryam Supraba), adalah perempuan
yang dikenal tomboy. Anak seorang preman yang sejak kecil akrab
dengan kekerasan, sehingga tidak memiliki rasa takut menghadapi siapa pun. Ia
bekerja di pabrik sepatu sebagai tukang jahit.
Berdasarkan pengalaman dan kaca mata saya pribadi, saya
menangkap ada beberapa bagian cerita yang dilebih-lebihkan, sehingga terkesan tidak
masuk akal. Titik Sulastri misalnya, mana ada perusahaan dengan sistem target mau mempekerjakan perempuan lemah dan sakit-sakitan dalam waktu
lama. Biasanya, tak sampai seminggu juga dipecat. Kecuali sudah menjadi
karyawan tetap –kalau dipecat, perusahaan harus mengeluarkan pesangon. Atau dengan
sistem borongan –gaji yang didapat sesuai dengan hasil kerjanya. Lalu Titik
Dewanti Sari yang memiliki jabatan sebagai manajer perusahaan. Sangat
berlebihan ketika Ia harus berbicara dengan suara lantang di depan atasannya, memaksakan
keinginan baiknya secara terang-terangan membela para buruh di tempat kerjanya.
Tak berbeda dengan keberanian Titik Kartika --seorang diri melawan
preman-preman perusahaan demi membela anak-anak sekolah yang dipekerjakan di
tempatnya bekerja. Keduanya tidak memiliki akal dan tidak menggunakan rasio untuk
mengukur kekuatan. Sangat terlihat dipaksakan untuk menjadi tokoh perempuan yang inspiratif, namun gagal.
Kalau masalah intrik mengintrik yang disuguhkan, bukan
rahasia lagi. Sudah menjadi realitas sosial, termasuk kemiskinan kaum buruh
dengan petak-petak kamar kontrakan yang sempit dan kumuh. Yang banyak
ditonjolkan dalam cerita ini hanya buruh dan pengusaha, sedangkan pemerintah
menjadi ‘titik’ yang samar --hanya diwakilkan melalui keberanian sang manajer mempertahankan idealismenya. Seperti ada rambu-rambu yang membuat Charmantha Adjie ketakutan
untuk melanggarnya. Tidak memiliki keberanian
untuk berposisi membuat film ini TIDAK TOTAL dalam mengembangkan ceritanya,
serta GAGAL menjadikan film Kisah 3 Titik menjadi film yang BERBEDA.
Karena membosankan, maka kesuksesan ketiga artis dalam
memerankan karakternya masing-masingpun menjadi tidak menarik. Yang tersisa dan
yang bisa saya nikmati hanya wajah mereka yang memang manis-manis. Ceritanya datar --tidak ada klimaks, membuat saya tidak merasakan kepuasan setelah nonton film ini. Perlawanan-perlawanan yang
ditunjukkan para tokoh hanya perlawanan semu yang berujung pada penderitaan dan ketidakberdayaan. Seperti
tayangan sinetron yang membodohi, melecehkan logika. Hanya menunjukkan resiko
tanpa memberikan solusi.
Pada akhirnya, film Kisah 3 Titik ini hanya meninggalkan
TIGA masalah dan TIGA pertanyaan dari TIGA tokoh yang masih membutuhkan penjelasan
sebagai jawaban. Film yang mengecewakan, film yang tak pernah selesai …
(Casablanca, 7 Mei 2013)