Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemailku

Pages

Thursday, June 20, 2013

' yang masih tersisa '


hujan ...
aroma tanah basah
hembus angin
terbangkan angan

dan masa kecilku
bersama ibu, jemput kakak
disekolah taman kanak-kanak

kami berlari menuju rumah
seperempat perjalanan lagi
hujan deras campur angin
sakiti kepalaku
menusuk dadaku
perih dikulitku

tari kecil tertinggal dibelakang
sendirian
terengah-engah
sesak dinafasnya

hujan ...
sisakan rasa
bangkitkan ingatan
dibanyak kenangan ...


(Casablanca, 20 Juni 2012)

Photo Source: Google Images

Saturday, June 1, 2013

Cerbung: Cerita Anak - Anak Jalanan (Part 2)


Ini adalah hari ketujuh, Tari menunggu Dian di lampu merah, perempatan terminal. Mereka biasa bertemu setiap pukul sembilan malam setelah seharian melakukan aktivitasnya masing-masing, lalu bersama-sama mencari tempat untuk mengistirahatkan tubuh mereka di mana saja yang bisa mereka tempati. Lampu merah Terminal Pulo Gadung, seperti menjadi monumen sejarah bagi sepasang anak jalanan itu. Sebuah tempat yang menjadi awal pertemuan dalam persaingan yang tak sengaja mereka lakukan, ketika sama-sama berprofesi sebagai pencopet.

Jarum jam sudah bergeser menunjukkan angka sepuluh, Tari masih malas untuk beranjak. Jalanan masih ramai dipenuhi para pekerja yang pulang malam, menunggu angkutan yang hendak membawa pulang ke rumah mereka masing-masing. Suara para kondektur masih terdengar riuh rendah di seberang jalan, bersaing dengan bunyi mesin kendaraan. Terminal Pulo Gadung, semakin malam semakin ramai. Para PSK (Pekerja Seks Komersial) mulai berdatangan menjajakan diri di sekitar lokasi itu. Sendiri, angannya berlarian terbawa kendaraan yang lalu lalang di dua jalur. Tatapannya kosong … namun pikirannya terus berjalan menembus ruang dan waktu, menyusuri jalan cerita dari awal ia bertemu hingga akhirnya bersahabat dengan seorang anak lelaki yang bernama Dian. 

Persaingan yang tak disengaja itu terjadi ketika Dian yang sudah sejak awal mengincar dan membuntuti calon korbannya. Namun tepat di lampu merah, tiba-tiba Tari muncul dan lebih dulu melancarkan aksinya. Dian yang merasa kesal karena kehilangan kesempatan akhirnya mengejar Tari. Perkelahian terjadi setelah Dian sempat menangkap tubuh gadis kecil itu. Namun tiba-tiba, seorang bapak muda datang melerai. Mereka lalu membubarkan diri setelah si bapak mengancam akan memukuli keduanya, jika perkelahian itu terus dilanjutkan.

Pada kesempatan yang lain, di sebuah kampung dekat terminal. Tari baru saja menemukan sebuah kardus yang terlihat masih cukup bagus, bekas tempat televisi 21 inchi. Hanya beberapa bagian terlihat busuk karena terkena air dan dibiarkan, sehingga berjamur. "Lumayan, buat alas tidur malam ini," pikirnya. Karena kardus yang disimpan dicelah-celah toko, hilang saat ia akan menggunakannya lagi. Pukul sepuluh malam waktu itu, dari kejauhan Tari melihat Dian berlari-lari dikejar dua orang lelaki. Entah, kekuatan apa yang membuat Tari yang memiliki sifat pendendam itu tiba-tiba berubah pikiran. Ia merasa iba melihat Dian yang kebingungan mencari tempat persembunyian. Namun itulah sifat baik yang Tari miliki, ia selalu berusaha mematutkan diri terhadap kawan-kawan sesamanya. Dengan tanpa ragu-ragu, Tari menawarkan Dian untuk masuk ke dalam kardus yang sudah ia buka dan diletakkan tepat di samping tempat sampah. Pertengkaran beberapa waktu yang lalu, begitu saja ia lupakan. Niat awal untuk meninggalkan bak kotoran itu diurungkan. Tari kembali berpura-pura mengorek-ngorek tempat sampah sambil menunggui Dian. Sampai keadaan benar-benar aman, baru ia mengijinkan Dian keluar.

Sejak saat itu, mereka berteman baik. Lalu bersama-sama berjanji untuk tidak mencopet lagi, karena membahayakan diri. Mereka pun merundingkan profesi selanjutnya yang akan digeluti, agar bisa bertahan hidup. Tari lalu memilih untuk menjadi pengamen. Alasannya, karena selain suka menyanyi, ia juga bisa memainkan alat musik. Tari belajar dari teman-temannya yang menjadi pengamen. Sedangkan Dian, meskipun menyukai musik, namun ia tak tertarik untuk mempelajarinya. Dian lebih memilih untuk menjadi pemulung.

Uang terakhir hasil mencopet itu akhirnya digunakan sebagian oleh Dian untuk membeli ukulele buat Tari, sebagai tanda terima kasih atas pertolongannya waktu itu. Mereka pun mulai melakukan aktivitasnya masing-masing di siang hari, baru bertemu dan bersama pada malam hari. Ngobrol, makan, hingga tidur pun bersama.

Sebelumnya, Tari hampir tak pernah bisa tidur nyenyak setiap malam. Tubuh perempuan selalu menarik bagi laki-laki untuk disentuh. Tak terkecuali Tari, gadis kecil dan kurus itu. Beruntung Tari mudah terbangun. Ia selalu menyiapkan kayu balok yang diletakkan di balik kardusnya sebagai senjata, jika tiba-tiba ada yang mengganggunya saat tertidur. Namun sejak ditemani Dian, ia merasa aman. Tak perlu ketakutan lagi, karena tak ada yang berani mengganggunya. Keduanya sepakat untuk tidak bergabung dengan kawan-kawannya yang lain karena sebagian besar dari mereka memiliki kebiasaan buruk, ngelem. Memabukkan diri dengan menghirup uap lem. Dari pengetahuan yang Dian dapatkan, ngelem bisa mengakibatkan kerusakan saraf dengan hilangnya kemampuan mencium dan mendengar, serta kerusakan otak yang ditandai dengan pikun atau kesulitan berpikir, kesulitan mempelajari sesuatu dan parkinson.

"Ngelem atau istilah lainnya inhalan, yaitu obat yang dihirup, merupakan senyawa organik berupa gas dan pelarut yang mudah menguap. Inhalan mengandung bahan-bahan kimia yang bertindak sebagai depresan, merusak otak dan saraf."

"Depresan itu apa sih?"

"Depresan adalah obat yang memperlambat sistem saraf pusat, mempengaruhi koordinasi gerakan anggota tubuh dan konsentrasi pikiran. Pokoknya, ngelem itu mengakibatkan kerusakan fisik dan mental yang tidak bisa disembuhkan, Ri ..."

Begitu Dian menjelaskan dengan sabar pada sahabatnya, sehingga saat Dian tak bersamanya, Tari memilih untuk sendiri. Hanya sekali waktu saja Tari bergabung, itupun hanya sekedarnya. Ia tidak ingin terbawa kebiasaan buruk mereka. Beberapa kali Tari menolak ajakan itu, mereka bahkan memaksa dirinya, menyodorkan kaleng berisi lem di dekat hidungnya.  

Gerungan kucing kawin membangunkannya. Rupanya, Tari ketiduran di samping tiang listrik. Langit masih gelap, namun suara adzan Subuh sudah terdengar dari mushola yang berada di gang seberang jalan. Ia lalu bergegas menuju terminal, mencari toilet. Ada sesuatu yang berontak di dalam perutnya.

***

"Yan ... Diaan ... Diaaaaann ..."

Spontan Tari berlari dan berteriak memanggil, ketika dari kejauhan ia melihat sosok Dian, sahabat yang sudah lama dicarinya. Namun anak lelaki yang membawa karung itu tak menoleh juga, bahkan saat Tari berada di jarak yang sangat dekat. Diraihnya pundak lelaki itu dengan suka cita. Ups! Ternyata Tari salah sangka, ketika seraut wajah yang tampak kaget akhirnya memutarkan kepalanya. Anak lelaki itu bukan Dian. Hanya mirip saja postur tubuhnya jika terlihat dari belakang.

"Eh, maaf, aku kira Dian."

Pernyataan maafnya tak dijawab, anak lelaki itu hanya menatap matanya tanpa ekspresi. Kembali ia melangkah menuju perempatan lampu merah. Sebentar kemudian, sebuah metro mini 41 melintas di depannya. Dengan cepat Tari berlari dan hap! Ia meloncat. Seketika tubuhnya menghilang, melesat bersama mobil yang membawanya menuju ke Terminal Tanjung Priok.

Malam selalu menjadi saksi, ketika mereka saling mengkisahkan cerita hidupnya. Saat bulan meredup tertutup awan hitam, hujan, atau saat bintang dengan genit memainkan cahayanya. Di sela-sela makan, nogkrong, bahkan menjelang tidur, keduanya saling bertanya dan bercerita. Meski problem kehidupan mereka berbeda, namun keduanya memiliki tekad yang sama: Tak akan pernah kembali ke rumah.

Dian dilahirkan dari keluarga tak mampu. Ayahnya yang putus asa tak mendapatkan pekerjaan tetap hingga tak mampu menutupi kebutuhan keluarga, akhirnya memutuskan untuk menjadi TKI di Malaysia. Setengah tahun berjalan, kiriman uang dari Ayahnya lancar diterima setiap bulan. Namun selanjutnya, tidak ada kabar lagi yang didapat. Ibunya lalu berniat menyusul. Sambil mencari tahu keberadaan dan keadaan Ayahnya, si Ibu akhirnya mendaftarkan diri menjadi TKW. Otomatis pengasuhan Dian diserahkan kepada Bibi tirinya, karena Ibunya tak memiliki saudara kandung. Dian tidak mengerti apa-apa selama ditinggal orang tuanya. Yang ia tahu hanya Ayah dan Ibunya pergi bekerja ke luar negeri. Sikapnya yang pendiam membuat ia berpikir dan bertanya-tanya sendiri,"Apa sebenarnya yang terjadi pada Ayah dan Ibu? Kenapa tak juga pulang menjengukku?". Dari kelas II hingga kelas IV SD, Dian selalu bersabar mendapatkan perlakuan yang tak adil antara dirinya dengan ketiga anak bibinya. Sampai suatu saat, sewaktu Dian duduk di kelas V SD semester 2, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menggelandang.

Tak berbeda dengan Tari yang hidup dalam kemiskinan. Kedua orang tuanya masih ada, hanya berpisah karena Bapaknya menikah lagi dan lepas tanggung jawab menafkahi keluarga. Sebagai anak dari seorang perempuan yang temperamental, Tari kerap menjadi sasaran kemarahan Ibunya jika sedang kesulitan dalam hal keuangan. Tagihan kontrakan setiap bulan, pembayaran sekolah, atau kebutuhan yang lain. Sebagai buruh cuci di rumah-rumah tetangga, ketidakmampuan itu selalu membuat Ibunya naik darah. Hal itu mengingatkan kembali pada Bapaknya yang meninggalkan dia dan Ibunya. Maka apapun yang dilakukan Tari tak pernah ada benarnya. Bukan sekedar omelan yang Tari dapatkan dari Ibunya, tapi juga pukulan. Barang apa saja yang terlihat, diarahkan ke tubuhnya. Sapu lantai pernah patah, ember pun sempat pecah. "Minggat sana kamu! Minggat sana ke rumah bapakmuuuu ...!" Begitu teriak Ibunya kalau sedang marah. Lalu terdengar suara, bug bug prakkk. Tubuh mungilnya kerap diadu dengan benda-benda yang ada di dalam rumah kontrakannya. Kejadian yang berulang-ulang itu membuat Tari benar-benar pergi meninggalkan rumahnya ketika baru duduk di kelas IV SD. Jalanan menjadi tumpuan harapannya. Ia tak ingin lagi kembali menjadi beban dan masa kelam Ibunya ...

~ Bersambung ~


(Casablanca, 31 Mei 2013)

Theme Song: (Iwan Fals - Siang Seberang Istana) http://www.youtube.com/watch?v=hSmiBhLkRCg&feature=youtu.be

Photo Source: Google Images


 
Blogger Templates