Tetiba saja kau jadi suami mbakyuku. Ha? Kapan menikahnya? Kok
aku nggak tahu? Sebagai adik yang masuk dalam daftar keluarga, harusnya aku
dengar rencana itu. Bukankah hubunganku dengan si mbak baik-baik saja? Nggak
pernah ada masalah. Mestinya salah satu keluarga di kampung mengabari dan
memintaku pulang saat prosesi pernikahan kalian. Apa si mbak melarang sebab ia pernah kuceritai tentangmu, sehingga tak sampai hati melukai perasaanku?
Entahlah ... yang kutahu kita sudah tinggal bersama di rumah kampungku. Rumah
yang ditempati ibu dan anak-cucunya. Warisan nenekku. Lalu apakah aku
membencimu hingga komunikasi kita jadi kaku? Enggak. Semua berjalan sewajarnya, seperti tak pernah ada sesuatu di antara kita. Apakah aku lantas
ingin mati seperti sumpahku jika kau mempercayakan hidupmu pada perempuan
lain? Menelan pil berbutir-butir, mulut berbusa tak sadar diri hingga mati di
tempat sebab sendirian di kamar terkunci? Enggak juga. Sedikit pun tak terlintas
dalam benakku. Aku senang menerimamu menjadi bagian dari keluargaku. Tapi diam-diam
aku kerap mengamatimu yang sibuk mengangkuti barang-barang. Jelas aku tak membantu.
Hanya jadi penonton dari jarak tertentu. Kau tahu, cintaku tak pernah mati
meski aku pernah sedemikian hebat membencimu. Dan kau juga mesti tahu, mengapa
pada akhirnya aku bisa menerimamu apa adanya? Sebab aku telah berproses. Aku telah melewati
beberapa ujian. Mengalami syok demi syok dari kabar yang menamparku
berkali-kali. Goblok! Tolol! Bego! Kau mau jatuh di lubang yang sama? Aku yakin
tidak. Dulu dan kini beda situasi. Beda segalanya. Aku telah mantap dengan
pilihan hidupku. Apa pun yang terjadi aku siap dengan segala resikonya.
Dan tetiba aku berada di sebuah rumah entah milik siapa. Sendiri.
Tak lama kalian datang menyusul membawa banyak barang. Mbakyuku sibuk
memasukkan barang-barang itu. Hei! Apakah itu rumah kalian? Aku bertanya
sendiri dalam heranku. Si mbak tinggal, dan kau berencana kembali ke
rumah ibu.
“Tar, mau ikut bareng nggak?” Teriakmu dari seberang rumah.
Aku menuju pintu mencari suaramu, melihatmu menuntun vixion
advance merah yang siap kau kendarai. “Ya, tunggu sebentar!” Jawabku dari
dalam.
Sebenarnya aku tak ingin pulang. Aku betah berada di sana. Setengah
hati kuiyakan sebab aku senang bisa dekat denganmu meski beberapa saat saja. Aku
lantas sibuk mencari sandalku hingga ke tanah lapang yang becek sebab
beberapa tempat tergenang air. Kadang harus memanjangkan langkah, kadang harus
melompat menghindari air kotor mencari tanah keras yang aman dipijak. Tanah lapang yang semula kulewati tak lagi lapang, sebab di tengah-tengahnya menggunung barang-barang
rongsokan. Aku terhadang dan seperti sengaja dihadang oleh para pemulung itu.
Tapi aku tak mau berhenti. Aku terus menerobos ke dalam meski dengan susah-payah. Mereka terheran-heran. Lelaki, perempuan, semua seperti bisu. Hanya mata mereka yang mengawasi setiap gerakku.
Sandal tak ketemu, aku ingin kembali. Dengan kaki telanjang
kulewati jalan-jalan kampung yang sangat panjang. Aku mengeluh, mengapa tak
sampai-sampai? Aku ingat kau. Aku merasa bersalah sudah membuatmu menunggu. Di
tengah perjalanan aku bertemu kawan kita. Ya, kawan seperjuangan kita, mas. Ia
mengabariku bahwa ibumu meninggal dunia. Terbayang lagi wajahmu, aku ingin
menangis. Ingin segera sampai dan bertanya, apa kau sudah tahu? Tapi sekali lagi
aku mengeluh, mengapa tak sampai-sampai? Rasanya sudah berjam-jam sejak aku
mengiyakan ajakanmu. Kembali aku merasa bersalah telah membuatmu lama menunggu.
Dan aku terus berjalan. Pasrah. Aku yakin kau sudah meninggalkanku.
Tetiba lagi kulihat si mbak sudah di depanku. Aku tak
melihatmu. Dengan nada datar tanpa beban aku bertanya, “Si mas sudah pergi ya,
mbak?”
“Belum tuh, masih nungguin kamu.”
“Ha? Segitu lamanya?” Mulutku menganga.
Dan tetiba sekali lagi mataku terbuka, coba mengingat yang baru saja terjadi. Lengkap. Tak ada yang lepas tercatat dalam memoriku. Gusti, apakah arti mimpi itu?
Dan tetiba sekali lagi mataku terbuka, coba mengingat yang baru saja terjadi. Lengkap. Tak ada yang lepas tercatat dalam memoriku. Gusti, apakah arti mimpi itu?
(Tebet Dalam, 11 Maret 2016)
Sumber gambar: www.magic4walls.com |