Hujan deras tidak menyurutkan semangat para pemuda itu untuk bertemu dan berkumpul merealisasikan ide mereka. Demikian pula saya yang tak segan-segan menerobos hujan demi ilmu gratis yang saya dapatkan secara kontinu.
Saya menemukan mereka di pelataran, sesaat setelah saya
melewati pintu gerbang Kampus Universitas Bung Karno yang berada di Jalan
Pegangsaan Timur No. 17, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka adalah penggagas
lahirnya “Padepokan Jurnalistik Pegangsaan”, yang dideklarasikan bertepatan
dengan peringatan lahirnya Supersemar (11 Maret 1966), pada hari Sabtu, 11 Maret 2017. Sebuah pelatihan jurnalistik yang
terbuka untuk umum. Siapa saja boleh mengikuti kegiatan itu. Tak harus mahasiswa atau mahasiswi, yang masih pelajar atau
bahkan yang sudah tidak sekolah pun bisa bergabung. Free, alias bebas biaya. Pelatihan itu dilakukan
seminggu sekali di setiap hari Sabtu, pukul 16.00 WIB.
Kini,
hari itu menjadi hari yang bersejarah bagi mereka. Sekelompok anak muda
yang memprakarsai terbentuknya "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan". Ada Eko Santoso, M. Novi Verdiansyah, Kiki Damanhuri, Kamil Zul Akbar, Inno Dacosta, Ilwano Nehe dan Feri Supitra yang akrab dipanggil Fey. Beberapa di antara mereka adalah mahasiswa akhir
Fakultas
Ilmu Komunikasi yang mengambil konsentrasi di bidang jurnalistik,
seorang lagi
alumni Universitas Bung Karno yang sudah bekerja di salah satu media di Jakarta,
dan yang lainnya adalah
mahasiswa Fakultas Ilmu Politik.
“Sebenarnya tidak ada niatan untuk mendeklarasikan gagasan
kami itu bertepatan dengan peringatan Supersemar, sehingga seolah-olah kami
ingin memperingatinya. Itu hanya kebetulan saja,” jawab Fey, ketika saya tanyakan alasannya
memilih tanggal 11 Maret.
Dalam melakukan pelatihan, mereka tidak menggunakan ruangan kelas
seperti biasanya. Pelatihan dilakukan di ruang terbuka. Jadi bisa di mana saja.
Sambil nongkrong, ngopi santai, dapat ilmu. Asik kan?
"Kami yang terpinggirkan mulai membangun basis-basis
untuk menjadikan alam sebagai tempat belajar dan menjadikan kawan sebagai guru.
Kami memulainya di pelataran kampus yang Insya Allah akan di terima oleh
kalangan masyarakat mana pun," kata Ilwan menjelaskan.
Seperti biasa, dalam proses belajar mengajar yang mereka
lakukan, ada materi yang dibagikan dalam bentuk foto copy dan ada pemateri yang
akan menjelaskan. Bedanya, di sini setiap orang bebas berpendapat
sesuai dengan ilmu yang pernah dipelajari atau menurut pengalaman yang pernah
didapat. Seperti diskusi terbuka, saling sharing, sehingga suasananya benar-benar hidup.
Di akhir pelatihan ada kesepakatan, siapa yang akan menjadi
pemateri berikutnya sesuai dengan silabus yang telah dibuat sebelumnya.
Dan karena "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" sudah terbentuk seminggu
yang lalu,
berarti ada satu materi yang terlewat saya ikuti. Beruntung mereka
membuat kesepakatan, bahwa sebelum mengulas materi baru, ada ulasan
singkat tentang materi
sebelumnya.
Menurut Fey, "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" bukan
organisasi, melainkan sebuah komunitas dimana tidak ada struktur di dalamnya.
Siapa pun dan dari kalangan mana pun boleh bergabung, karena setiap orang
berhak mendapatkan pengetahuan tentang jurnalistik, dan setiap orang juga dapat
membagikan ilmunya di sini. Kegiatan ini dilakukan untuk menjawab kegelisahan mereka
terhadap berita-berita hoax yang
kerap muncul di media sosial. Dengan pelatihan jurnalistik, Fey dan
kawan-kawannya berharap agar masyarakat bisa membedakan berita mana yang layak
untuk dikonsumsi dan disebarkan, dan mana yang tidak.
Selain itu Fey mengatakan, bahwa meskipun kami yang berjumlah tujuh itu adalah inisiator atau konseptor dari kegiatan ini, bukan berarti "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" itu hanya milik kami. Tidak menutup kemungkinan bagi kawan-kawan yang lain. Bagi kami, siapa pun yang ingin belajar dan berkarya itu adalah bagian dari kami. Karena keberhasilan kegiatan ini dapat diraih dengan banyak orang di dalamnya yang sama-sama menumbuh kembangkan Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" menjadi padepokan yang dapat mencerdaskan semua kalangan.
Selain itu Fey mengatakan, bahwa meskipun kami yang berjumlah tujuh itu adalah inisiator atau konseptor dari kegiatan ini, bukan berarti "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" itu hanya milik kami. Tidak menutup kemungkinan bagi kawan-kawan yang lain. Bagi kami, siapa pun yang ingin belajar dan berkarya itu adalah bagian dari kami. Karena keberhasilan kegiatan ini dapat diraih dengan banyak orang di dalamnya yang sama-sama menumbuh kembangkan Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" menjadi padepokan yang dapat mencerdaskan semua kalangan.
"Ini adalah langkah awal kami yang memiliki cita-cita
untuk melakukan revolusi media, dimana saat ini media hanya dimiliki oleh
segelintir orang yang telah menghilangkan independensi pers
sebagai penyambung lidah rakyat," tambahnya.
Selesai pelatihan, kami foto bersama. Setelah itu acara
bebas. Aldo dan yang lain pamit pulang duluan. Kami berlima lanjut nongkrong di
trotoar depan kampus. Ada warung kopi, ada ukulele-nya Si Fey, ada tamtam-nya
Si Kiki. Ya sudah, sambil pesan kopi, kami bermain musik dan nyanyi-nyanyi. Fey,
Kiki dan Akbar bergantian tukar alat musik. Saya dan Verdi jadi vokalis saja, sesekali
diselingi diskusi, lalu lanjut nyanyi lagi.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh
malam. Kami lalu berpisah untuk berkumpul lagi di hari Sabtu pekan depan.
(Tebet Dalam, 18 Maret 2017)