Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemailku

Pages

Sunday, March 19, 2017

Padepokan Jurnalistik Pegangsaan Menuju Revolusi Media


Hujan deras tidak menyurutkan semangat para pemuda itu untuk bertemu dan berkumpul merealisasikan ide mereka. Demikian pula saya yang tak segan-segan menerobos hujan demi ilmu gratis yang saya dapatkan secara kontinu.

Saya menemukan mereka di pelataran, sesaat setelah saya melewati pintu gerbang Kampus Universitas Bung Karno yang berada di Jalan Pegangsaan Timur No. 17, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka adalah penggagas lahirnya “Padepokan Jurnalistik Pegangsaan”, yang dideklarasikan bertepatan dengan peringatan lahirnya Supersemar (11 Maret 1966), pada hari Sabtu, 11 Maret 2017. Sebuah pelatihan jurnalistik yang terbuka untuk umum. Siapa saja boleh mengikuti kegiatan itu. Tak harus mahasiswa atau mahasiswi, yang masih pelajar atau bahkan yang sudah tidak sekolah pun bisa bergabung. Free, alias bebas biaya. Pelatihan itu dilakukan seminggu sekali di setiap hari Sabtu, pukul 16.00 WIB.

Kini, hari itu menjadi hari yang bersejarah bagi mereka. Sekelompok anak muda yang memprakarsai terbentuknya "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan". Ada Eko Santoso, M. Novi Verdiansyah, Kiki Damanhuri, Kamil Zul Akbar, Inno Dacosta, Ilwano Nehe dan Feri Supitra yang akrab dipanggil Fey. Beberapa di antara mereka adalah mahasiswa akhir Fakultas Ilmu Komunikasi yang mengambil konsentrasi di bidang jurnalistik, seorang lagi alumni Universitas Bung Karno yang sudah bekerja di salah satu media di Jakarta, dan yang lainnya adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Politik.

“Sebenarnya tidak ada niatan untuk mendeklarasikan gagasan kami itu bertepatan dengan peringatan Supersemar, sehingga seolah-olah kami ingin memperingatinya. Itu hanya kebetulan saja,” jawab Fey, ketika saya tanyakan alasannya memilih tanggal 11 Maret.

Dalam melakukan pelatihan, mereka tidak menggunakan ruangan kelas seperti biasanya. Pelatihan dilakukan di ruang terbuka. Jadi bisa di mana saja. Sambil nongkrong, ngopi santai, dapat ilmu. Asik kan?

"Kami yang terpinggirkan mulai membangun basis-basis untuk menjadikan alam sebagai tempat belajar dan menjadikan kawan sebagai guru. Kami memulainya di pelataran kampus yang Insya Allah akan di terima oleh kalangan masyarakat mana pun," kata Ilwan menjelaskan. 

Seperti biasa, dalam proses belajar mengajar yang mereka lakukan, ada materi yang dibagikan dalam bentuk foto copy dan ada pemateri yang akan menjelaskan. Bedanya, di sini setiap orang bebas berpendapat sesuai dengan ilmu yang pernah dipelajari atau menurut pengalaman yang pernah didapat. Seperti diskusi terbuka, saling sharing, sehingga suasananya benar-benar hidup. Di akhir pelatihan ada kesepakatan, siapa yang akan menjadi pemateri berikutnya sesuai dengan silabus yang telah dibuat sebelumnya. Dan karena "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" sudah terbentuk seminggu yang lalu, berarti ada satu materi yang terlewat saya ikuti. Beruntung mereka membuat kesepakatan, bahwa sebelum mengulas materi baru, ada ulasan singkat tentang materi sebelumnya.

Menurut Fey, "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" bukan organisasi, melainkan sebuah komunitas dimana tidak ada struktur di dalamnya. Siapa pun dan dari kalangan mana pun boleh bergabung, karena setiap orang berhak mendapatkan pengetahuan tentang jurnalistik, dan setiap orang juga dapat membagikan ilmunya di sini. Kegiatan ini dilakukan untuk menjawab kegelisahan mereka terhadap berita-berita hoax yang kerap muncul di media sosial. Dengan pelatihan jurnalistik, Fey dan kawan-kawannya berharap agar masyarakat bisa membedakan berita mana yang layak untuk dikonsumsi dan disebarkan, dan mana yang tidak.

Selain itu Fey mengatakan, bahwa meskipun kami yang berjumlah tujuh itu adalah inisiator atau konseptor dari kegiatan ini, bukan berarti "Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" itu hanya milik kami. Tidak menutup kemungkinan bagi kawan-kawan yang lain. Bagi kami, siapa pun yang ingin belajar dan berkarya itu adalah bagian dari kami. Karena keberhasilan kegiatan ini dapat diraih dengan banyak orang di dalamnya yang sama-sama menumbuh kembangkan Padepokan Jurnalistik Pegangsaan" menjadi padepokan yang dapat mencerdaskan semua kalangan.

"Ini adalah langkah awal kami yang memiliki cita-cita untuk melakukan revolusi media, dimana saat ini media hanya dimiliki oleh segelintir orang yang telah menghilangkan independensi pers sebagai penyambung lidah rakyat," tambahnya.

Selesai pelatihan, kami foto bersama. Setelah itu acara bebas. Aldo dan yang lain pamit pulang duluan. Kami berlima lanjut nongkrong di trotoar depan kampus. Ada warung kopi, ada ukulele-nya Si Fey, ada tamtam-nya Si Kiki. Ya sudah, sambil pesan kopi, kami bermain musik dan nyanyi-nyanyi. Fey, Kiki dan Akbar bergantian tukar alat musik. Saya dan Verdi jadi vokalis saja, sesekali diselingi diskusi, lalu lanjut nyanyi lagi.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Kami lalu berpisah untuk berkumpul lagi di hari Sabtu pekan depan. 


(Tebet Dalam, 18 Maret 2017)


No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates