Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemailku

Pages

Monday, February 24, 2014

Cerbung: Pelangi Terakhir (Part 9)


Zi baru pulang dari pasar. Sementara kelompok piket yang lain membersihkan ruangan, Zi masuk ke kamarnya membaca koran. Rini tiba-tiba datang. Seperti orang kepanikan, ramai berceloteh.
      
“Ih, gila, Zi. Gila benaaar …”
      
“Siapa yang gila?” Zi menanggapi santai, membuka halaman surat kabar.
      
“Cowokku tuh.”
      
“Kenapa?” Masih membuka halaman surat kabar berikutnya.
      
“Ternyata dia itu, mendeteksi semua aktivitasku setiap hari. Dia tahu apa kegiatanku, posisiku di mana, pergi dengan siapa. Dia selalu mengintai, Zi. Seperti spionase. Gila!”
      
“Nggak aneh. Nggak gila juga kok. Biasa saja. Namanya juga lagi pacaran. Masa promosiii … Masih cinta-cintanya. Yang lebih dari itu, ada.”
      
“Dia juga selalu ngabari aku lho. Sms, telpon, setiap kali dia pergi sama teman perempuannya atau perempuan-perempuan yang lain.”
      
“Yah … laki-laki, Rin. Yang dikabarkan ke kamu itu kan yang dia memang tidak ada rasa apa-apa. Coba kalau dia ketemu atau pergi dengan perempuan yang ditaksirnya, atau dengan mantan pacarnya. Apa iya, dia akan cerita sama kamu?”
      
“Hehehe … iya ya …” Wajah Rini mendadak berubah.
      
Zi meletakkan surat kabar tepat di depan wajahnya. Matanya seolah serius membaca, padahal hatinya sedang bicara sendiri …
      
Rini … Rini … tak usahlah kau pamerkan aku, betapa kau sangat dicintai pacarmu. Kau itu masih saja melihat aku hanya di masa kini yang selalu terlihat sendiri. Yang seperti itu, bukan cuma kamu satu-satunya. Aku ini sudah malang melintang di dunia percintaan. Aku sudah menikmati berbagai rasa seperti ramainya rasa permen NANONANO. Aku tidak merasa aneh dengan keromantisan sepasang anak manusia yang sedang pacaran. Yang aku salutkan justru pasangan suami istri yang sudah lama menikah, bahkan sudah memiliki anak, tapi hubungan mereka masih tetap romantis. Masih saling mencintai, saling peduli, dan saling menghormati. Berapa banyak suami yang melecehkan dan menertawakan pasangannya di belakang saat ia berbincang dengan teman-temannya? Memberi julukan-julukan yang buruk atau lucu, membuat aku bertanya, dulu lihat apa sekarang lihat apa? Kemudian aku bandingkan dengan teman kerjaku yang pernah berkata, ”Masak, Si Nelly lihat suamiku, terus nahan ketawa. Kayak menghina gitu. Memang kenapa? Biar semua orang bilang suamiku jelek, item, tapi aku cinta kok. Kalau ada perempuan yang berani menggoda atau menyentuhnya saja, hemm ... langkahi dulu mayatku!”  Ya … begitulah kalau laki-laki mencintai perempuan karena kecantikannya. Dan para perempuan bangga. Justru seharusnya perempuan tidak percaya dengan cinta laki-laki itu, sebab keindahan fisik itu tidak abadi. Manusia semakin hari semakin tua. Kulitnya tak lagi kencang. Lalu berganti dengan generasi baru yang semakin hari semakin modern karena kecanggihan tehnologi, sehingga semakin tampak indah. Jika orientasi manusia dalam mencari pasangan hanya didasarkan pada keindahan fisik semata, tentu mereka akan terus mencari dan mencari yang baru, sebab keindahan itu tak akan ada habisnya. 
 
Kapitalisme memang telah membentuk opini masyarakat tentang keindahan yang hanya tampak dari luar saja. Untuk perempuan Indonesia dibuatlah standart misalnya, bahwa perempuan yang cantik itu yang tubuhnya tinggi, langsing, berkulit putih dan halus, berambut lurus. Untuk laki-laki yang ganteng misalnya, dia yang bertubuh tinggi, sixpack, kulit bersih. Pun tidak sekedar opini. Para Kapitalis memberikan solusi dengan menyodorkan berbagai iklan produk seperti obat peninggi badan, hand body, lulur, obat pelurus rambut, susu bersuplement, make up dan masih banyak lagi. Satu jenis produk lalu dikembangkan menjadi bervariasi baik harga maupun kualitasnya. Para kapitalis terus bersaing menjejali produk iklan melalui media-media. Dan masyarakat tidak sempat berfikir bahwa mereka telah dikontrol oleh segelintir orang yang memiliki modal. Belum lagi opini tentang ‘keren’, bahwa keren itu kalau mereka memiliki barang-barang elektronik yang canggih, seperti ponsel, I pad, laptop. Punya motor atau mobil keluaran terbaru. Kapitalisme telah menciptakan ilusi kebutuhan, sehingga masyarakat tidak bisa lagi membedakan mana kebutuhan dan mana yang bukan. Mereka lupa, mereka bangga bertopeng. Tidak menjadi dirinya sendiri. Mereka dibuat sibuk memikirkan dirinya, tanpa mempedulikan sekelilingnya. Kegiatan untuk bersosialisasi pun mulai ditinggalkan. Lihat saja, dimana-mana orang menunduk, sibuk dengan gadgetnya. Di angkot, bis, kereta api, bahkan saat berkumpul dalam satu meja pun. Bertemu dan tatap muka sepertinya hanya formalitas saja. Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh. Sendiri tidak merasa sendirian, bersama tapi sendirian. Manusia memang membutuhkan tekhnologi, setiap orang berhak memiliki barang yang diinginkan, tapi sebaiknya tidak membuat mereka menjadi konsumtif. Menjadi budak tekhnologi.

Tiba-tiba terbayang wajah koko-nya. Zi senang melihat kehidupan rumah tangga mereka. Kalau saja Zi tak pernah menginap beberapa hari di sana, mungkin ia tidak akan pernah tahu. Suami istri itu sama-sama bekerja, tetapi pekerjaan domestik dikerjakan bersama. Pagi-pagi sekali, kakak iparnya bangun, belanja di warung, lalu memasak. Koko-nya mengurusi anaknya yang masih balita. Dari mandi, mendandani, membuat susu, sampai menyuapi sarapannya. Setelah istrinya selesai masak, mandi, lalu berangkat kerja sambil menitipkan anaknya ke rumah familinya. Ganti koko-nya yang mandi. Dan sebelum berangkat kerja, koko-nya membungkus makanan hasil olahan istrinya untuk bekal di tempat kerjanya. Dua hari sekali mereka mencuci pakaian. Sore hari saat pulang, siapa saja yang datang lebih dulu, dia yang mengeluarkan pakaian kotor, lalu mencucinya. Yang belakangan tugasnya membilas dan menjemur. Sementara yang satu membilas dan menjemur, yang lain menyapu, mengepel, lalu mandi. Untuk pekerjaan mencuci peralatan dapur, menjadi tugas istri koko-nya. Jika sempat dikerjakan, pagi setelah memasak. Jika tidak, ya sore hari. Dan siapa yang tugasnya selesai lebih dulu sore itu, maka dialah yang menjemput anaknya. Kerja sama yang bagus. Sangat kompak. Mereka bergantian melakukan tugas rumah tangga tanpa saling perintah. Malam hari, mereka menonton TV bersama. Dan koko-nya selalu membuat kopi sendiri. Sesekali saja jika istrinya sedang menyeduh teh, menawari suaminya membuatkan kopi. Begitu seterusnya setiap hari. Zi ikut bahagia melihat suasana itu. Ia berdo’a, semoga mereka rukun selamanya. Demikian juga selalu terselip do’a untuk setiap lelaki berumah tangga yang dikenalnya. Tentu lelaki yang bertanggung jawab, mencintai keluarganya dan menghormati istrinya.  
      
Zi jadi ingat Mas Wi. Lelaki pejuang yang pernah diharapkan menjadi pelabuhan terakhirnya. Menitipkan benih di rahimnya. Menjadi ayah bagi anak-anaknya. Sudah satu bulan Mas Wi tidak kelihatan. Kabarnya Mas Wi sedang ditugaskan ke Jawa Timur.

***

       
Hari ini tanggal 1 Mei. Dikenal sebagai Hari Buruh Sedunia atau May Day. Seperti tahun-tahun sebelumnya, di seluruh dunia termasuk di Indonesia, memperingati hari ini sebagai hari kebangkitan kaum buruh. Zi bersama kawan-kawan di gerakan tak ketinggalan. Mereka turut larut dalam aksi itu. Beragam cara dilakukan organisasi-organisasi buruh untuk memperingati May Day. Ada yang turun ke jalan melakukan aksi, mendatangi pusat-pusat pemerintahan. Ada yang hanya menggelar panggung di suatu tempat dengan orasi, diselingi hiburan oleh sekelompok pemain band. Ada yang melakukan keduanya. Setelah unjuk rasa, mereka digiring ke suatu tempat untuk menikmati pentas musik dan joget bersama. Ada juga yang membuat teaterikal atau performance art di sepanjang jalan.
       
Sebelum hari H masing-masing organisasi mempersiapkan atribut atau perangkat aksinya. Ada umbul-umbul, spanduk, atau sekedar kardus yang ditulis tangan atau dicetak berisi tuntutan-tuntutan mereka. Ada beraneka warna bendera serta pakaian seragam atau baju kebesaran yang melambangkan organisasi mereka masing-masing. Semua tumpah ruah di jalanan hingga mencapai puluhan ribu manusia. Tampak dari atas seperti semut yang berbaris menutup jalan. Tetapi, apakah itu artinya bahwa semua kaum buruh telah sadar dan mampu memaknainya? Tidak. Bahkan setengahnya pun belum ada. Beberapa organisasi yang sempat memblokir jalan menuju kawasan pabrik. Dilanjutkan dengan melakukan gedor pabrik memaksa perusahaan yang sedang berproduksi untuk meliburkan pekerjanya, tidak mampu menggiring separuh jumlah buruh untuk turun aksi. Mereka yang tak pernah tersentuh oleh organisasi memilih pulang dan menikmati tidur siang. Mereka yang tidak pernah tercerahkan oleh pendidikan tentang perburuhan, menganggap hal itu hanya membuatnya kepanasan, kelaparan, kahausan dan kelelahan. Jelas, mereka yang tidak mengerti apa dan mengapa ada Hari Buruh Sedunia, tentu tidak mampu memaknainya. Karena mereka belum memahami, bahwa 8 jam kerja yang mereka nikmati saat ini adalah hasil perjuangan para buruh yang sudah mengorbankan nyawa mereka.
      
Seperti beberapa sumber yang mengatakan, bahwa akar sejarah May Day diawali pemogokan kelas pekerja di Amerika Serikat pada tahun 1806. Pemogokan itu dilakukan oleh pekerja Cordwainers, sebuah perusahaan pembuat sepatu. Dan hasil dari mogok kerja itu, para pengorganisir di bawa ke pengadilan untuk menjalani proses hukum. Namun dari sana terungkap fakta, bahwa para pekerja benar-benar diperas keringatnya. Mereka harus bekerja 19 hingga 20 jam per hari. Sedangkan satu hari ada 24 jam. Berarti para pekerja memiliki waktu istirahat hanya 4 jam per hari. Mereka tidak sempat menikmati kehidupan lain di luar dunia kerjanya.
      
Dari kejadian itu, maka kelas pekerja di Amerika Serikat memiliki agenda perjuangan bersama, yaitu menuntut pengurangan jam kerja. Peter McGuire, seorang pekerja asal New Jersey, punya peran penting dalam mengorganisir perjuangan ini. Pada tahun 1872, ia dan 100 ribu pekerja lainnya melakukan aksi mogok kerja untuk menuntut pengurangan jam kerja. McGuire menghimpun kekuatan para pekerja dan pengangguran, serta melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur bagi pekerja.
      
Pada tahun 1881, McGuire pindah ke Missouri dan mulai mengorganisir para tukang kayu. Hasilnya di Chicago berdiri persatuan tukang kayu dengan McGuire sebagai sekretaris umumnya. Inilah cikal bakal serikat pekerja. Ide membentuk serikat pekerja ini kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh Amerika Serikat. Masing-masing membentuk serikat pekerja di berbagai kota.
      
Tanggal 5 September 1882, Parade Hari Buruh pertama digelar di kota New York dengan 20 ribu peserta. Mereka membawa spanduk yang berisi tuntutan mereka: 8 jam bekerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi. Itulah 24 jam kehidupan ideal dalam sehari yang diinginkan kelas pekerja Amerika Serikat.
      
Tuntutan pengurangan jam kerja itu akhirnya menjadi perjuangan kelas pekerja dunia. Kongres Internasional pertama dilangsungkan di Jenewa, Swiss, pada tahun 1886. Dihadiri organisasi pekerja dari berbagai negara. Kongres Buruh Internasional itu menetapkan tuntutan pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari sebagai perjuangan resmi buruh sedunia.
      
Tanggal 1 Mei akhirnya ditetapkan menjadi hari perjuangan kelas pekerja sedunia. Satu Mei dipilih, karena mereka terinspirasi kesuksesan aksi buruh di Kanada pada tahun 1872. Ketika itu buruh Kanada menuntut 8 jam kerja seperti buruh di Amerika Serikat dan berhasil. Delapan jam kerja di Kanada resmi diberlakukan mulai tanggal 1 Mei 1886.
      
Tepat pada tanggal 1 Mei 1886 saat mulai diberlakukannya 8 jam kerja di Kanada, sekitar 400 ribu buruh Amerika Serikat melakukan aksi untuk menuntut yang sama, yaitu pengurangan jam kerja. Aksi ini berlangsung selama 4 hari hingga tanggal 4 Mei 1886. Namun malang, pada hari terakhir itu polisi Amerika Serikat menembaki mereka hingga ratusan buruh meninggal. Sedangkan pemimpin buruh-nya, ditangkap dan dihukum mati. Peristiwa ini dikenal dengan tragedi Haymarket karena terjadi di bundaran Lapangan Haymarket.
      
Maka sebagai penghormatan terhadap para martir atau buruh yang tewas dalam aksi demonstrasi itu, Kongres Sosialis Dunia yang digelar di Paris pada bulan Juli 1889 menetapkan, bahwa tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia atau May Day. Hal ini memperkuat keputusan Kongres Buruh Internasional yang berlangsung di Jenewa pada tahun 1886.
      
Tak terasa hari sudah sore. Sekitar pukul empat, satu per satu massa organisasi membubarkan diri. Zi baru sadar, ia telah kehilangan kawan-kawannya dalam rombongan. Zi tinggal sendiri di antara para buruh yang sedang menunggu angkutannya datang membawa mereka pulang. Matanya menyapu area sekitar. Ia melihat ada yang bergerombol cukup jauh dari tempatnya berada. Zi coba mendatangi, lantas senyum-senyum sendiri mendapati kawan-kawannya berkumpul di sana. Ia melangkah dengan semangat. Tapi tiba-tiba seperti ada yang menggulirkan bola matanya pada sosok lelaki berkaca mata hitam. Zi menghentikan langkahnya, menundukkan kepalanya menatap trotoar ketika dirasa lelaki itu sedang mengamatinya. Ada rasa tak percaya ketika nalurinya berkata, bahwa lelaki itu adalah Mas Wi. Bukannya Mas Wi sedang di Jawa Timur? Bukan ah, itu bukan Mas Wi, kata sisi hatinya yang lain. Zi kembali memberanikan diri menatap lelaki itu. Beruntung lelaki itu sedang terlihat bicara dengan seseorang. Kini Zi bebas memperhatikan setiap gerak, lekuk wajah dan tubuhnya. Ya, Zi mulai yakin, lelaki itu adalah Mas Wi, meski tampilan wajah serta pakaiannya berbeda. Dengan jaket warna krem yang tak pernah terlihat dipakai, juga bulu-bulu yang tumbuh melingkari bibirnya. Zi tak dapat dibohongi. Entah, bulu-bulu itu tak sempat dicukur atau memang sengaja dibiarkan untuk menyamarkan diri. Dan dengan kaca mata hitam, bisa jadi mungkin agar Mas Wi leluasa memandangi gadis berdarah Cina yang semakin menjauhinya.
      
Zi memundurkan langkahnya perlahan, lalu berbalik menuju ke tempatnya semula. Sebuah metro mini datang mengangkut para buruh. Zi menggabungkan diri memasuki metro mini itu. Malam ini Zi berencana akan menginap di sekretariat buruh. Ia masih belum ingin bertemu Mas Wi. Seperti biasa, Mas Wi selalu mampir ke markas sepulang aksi bersama pimpinan-pimpinan yang lain. 
      
Metro mini sudah berjalan membelah jalanan ibukota. Suara hatinya seolah bergema mengalahkan riuhnya suara para buruh pabrik itu …
      
Pertemuan tak terduga, tak lagi menyisakan benci. Hanya nelangsa … menghadirkan mendung dilangit jiwa, melemahkan langkah menjauhimu. Waktu tak berjalan mundur. Kau sudah terlanjur mengambil hatiku ...

~ Bersambung ~


(Casablanca, 24 Februari 2014)

Theme Song: (Katon Bagaskara - Cinta Selembut Awan) https://www.youtube.com/watch?v=7PBn9ZdEjCQ

Photo Source: Google Images



No comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates